BerandaDaerahPeran Media Kuatkan Aksi Bersama Lawan Kekerasan Berbasis Gender

Peran Media Kuatkan Aksi Bersama Lawan Kekerasan Berbasis Gender

Jakarta (eska) – Sejumlah pihak yang tergabung dalam pentahelix melakukan seminar soal penguatan media dan pers dalam pencegahan dan respons kekerasan berbasis gender, pada Senin (30/9/24) di Jakarta.

Dalam seminar itu, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menekankan bahwa media memiliki peran penting dalam pencegahan dan respons kekerasan berbasis gender. Sehingga, peran media dalam memberikan informasi yang akurat, mendidik, dan sensitif gender sangat penting diterapkan.

“Media harus memastikan pemberitaan tidak melanggengkan stereotip gender atau melakukan menyalahkan korban,” kata Ninik Rahayu dalam seminar tersebut.

Ninik menegaskan, Dewan Pers juga sangat mendorong media masa, untuk menayangkan atau menerbitkan pemberitaan yang adil dan sensitif dalam kasus kekerasan berbasis gender.

Menurutnya, mengangkat aspek etika jurnalisme dan pelatihan bagi jurnalis sangat penting dilakukan, untuk memahami isu kekerasan berbasis gender.

Sementara menurut Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Ratna Susianawati menegaskan pihaknya berkomitmen melindungi hak-hak perempuan dan anak dari berbagai bentuk kekerasan, termasuk kekerasan berbasis gender.

“Media harus berperan aktif dalam kampanye pencegahan kekerasan, mempromosikan kesetaraan gender, dan menjadi sarana yang efektif untuk meningkatkan kesadaran dan solidaritas sosial,” tambahnya.

Dalam seminar ini, Asisten Perwakilan UNFPA Indonesia, Verania Andria menyoroti pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk menciptakan ekosistem yang mendukung pencegahan kekerasan berbasis gender.

UNFPA sendiri, berfokus pada program-program yang memperkuat hak-hak perempuan dan anak perempuan, termasuk akses ke layanan kesehatan reproduksi dan perlindungan terhadap kekerasan berbasis gender.

Kemudian, Direktur Program dan Berita LPP TVRI Arif Adi Kuswardono memaparkan program-program yang muncul di televisi saat ini lebih ke arah stereotyping atau menempatkan wanita sebagai objek, baik sebagai penonton maupun yang diberitakan.

Baca Juga:  Pendaftaran CPNS Tanjungpinang Diperpanjang Hingga 10 September

TVRI, kata Arif mempunyai program acara ramah anak dan remaja yang mendapatkan penganugerahan dari KPI. Materi yang ditayangkan seputar hobi dan edukasi untuk anak dan remaja.

“Selain itu, ada juga program khusus perempuan yang menampilkan tokoh inspiring. Serta paradigma siaran LPP TVRI: Norma, Etika, dan Social Responcibility,” sebut Arif.

Sementara Redaktur Eksekutif Tempo, Yandhrie Arvian, Yandhrie juga membahas soal Kode Etik Jurnalistik Pasal 10 dan 17 dalam seminar tersebut. Yandhrie mengatakan yang harus dihindari wartawan saat membuat atau meliput berita ialah dilarang mendeskripsikan peristiwa kekerasan seksual secara vulgar.

Kemudian mewawancarai anak yang menjadi korban dan atau pelaku kejahatan seksual, mewawancarai anak sebagai saksi dalam kasus kekerasan seksual pelaku kejahatan yang belum tertangkap, pelabelan yang menjurus ke objektifikasi dan mengukuhkan stereotip, menyalahkan korban dan bertindak diskriminatif.

Lalu penggunaan diksi yang harus dihindari oleh jurnalis atau wartawan seperti stereotipe, victim blaming, diskriminasi gender, judul clickbait. “Fokus pada penanganan kasus kekerasan seksual agar pengusutan lebih transparan, menanamkan nilai kesetaraan keadilan gender di newsroom (pelatihan), memperbanyak tulisan/artikel yang menginspirasi,” sebut Arvian.

Adapun pihak yang terlibat dalam aksi kolaborasi tersebut yakni Dewan Pers, Kementerian PPPA, UNFPA Indonesia, content creator media sosial, hingga media elektronik dan radio. (Lam)

Must Read

Related News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Seedbacklink