Bintan (eska) – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Bintan, masih melakukan penelitian berkas perkara mantan Penjabat (Pj) Wali Kota (Wako) Tanjungpinang, Hasan yang dinyatakan belum lengkap (P21).
Dilansir dari Hariankepri.com, hal tersebut disampaikan oleh Kasi Intelijen Kejari Bintan Samsul Apriwahyudi Sahubauwa kepada wartawan, Selasa (22/7/24).
Menurutnya, Jaksa peneliti menyatakan belum lengkap berkas perkara Hasan, sejak Penyidik Polres Bintan menyerahkan dokumen perkara yang bersangkutan ke JPU Kejari Bintan beberapa waktu lalu.
“Iya belum lengkap berkas tersangka Hasan, termasuk tersangka Muhammad Riduan dan Budiman. Artinya, masih diteliti oleh Jaksa,” ucap Samsul.
Namun, Samsul enggan memberikan keterangan secara jelas hingga kapan JPU Kejari Bintan melakukan pemeriksaan berkas tiga tersangka kasus dugaan pemalsuan surat-surat lahan milik PT Expasindo Raya dan PT Bintan Properti Indo (BPI) itu.
Selain itu, Samsul juga enggan menanggapi potensi bebasnya tersangka Hasan dari Sel Tahanan Mapolres Bintan. Pasalnya, batas waktu 60 hari penahanan yang bersangkutan tinggal 13 hari lagi, tepatnya Senin (5/8/2024) nanti, sejak ditahan pada tanggal 7 Juni 2024 lalu.
Sebelumnya, Kapolres Bintan AKBP Riky Iswoyo menegaskan, tersangka Hasan selaku mantan Camat Bintan Timur (Bintim) diduga kuat telah mendapatkan keuntungan dari kasus dugaan pemalsuan surat-surat lahan milik PT Espasindo dan PT Bintan Properti Indo.
Mantan Pj Wako Tanjungpinang itu, sambung Riky, menyalahgunakan kewenangannya selaku mantan Lurah Sei Lekop dan Camat Bintim dengan melakukan pemalsuan surat lahan berupa penerbitan serta menandatangani sporadik dan Surat Keterangan Pengoperan dan Penguasaan Tanah (SKPPT).
Selain itu, tersangka Hasan memiliki 1 SKPPT tahun 2016, dan menjualnya ke warga lain berinisial MZA. Namun, Riky, tidak menyebutkan berapa rupiah yang dijual oleh tersangka itu.
“Kemudian, tersangka Hasan menerima keuntungan uang atas proses penerbitan SKPPT dan sporadik dengan total Rp 115 juta,” terang Riky kepada wartawan, Sabtu (8/6/2024).
Selain Hasan itu, tersangka M Riduan selaku mantan Lurah Sei Lekop mempunyai peran yakni, berkoordinasi dengan warga berinisial OI dan Camat Hasan saat itu, dan mencari pembeli lahan berinisial DP.
Yang bersangkutan juga sebagai mantan lurah itu ikut menandatangani sporadik dan SKPPT. Lalu, Riduan mempunyai 1 SKPPT tahun 2016, dan menjualnya ke RS.
“Tersangka Riduan juga menerima uang Rp 55 juta atas proses penerbitan sporadik dan SKPPT itu,” tutupnya.
Bukan hanya dua tersangka itu, kata Riky, tersangka Budiman selaku juru ukur, gambar, dan mencetak surat sporadik dan SKPPT. Yang bersangkutan juga mempunyai 1 SKPPT tahun 2016, dan menjualnya ke JP.
Atas tindakan itu, ketiga tersangka dijerat pasal 263 dan atau pasal 264 ke-1 huruf e, jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KHUPidana. “Dengan ancaman hukuman maksimal 8 tahun penjara,” pungkasnya. (Red)