Jakarta (eska) – Pemerintah resmi mengumumkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), bersubsidi dan non-subsidi pada 3 September 2022. Hal ini tentunya akan berdampak terhadap penyesuaian harga sejumlah komoditas.
Sejumlah kalangan memprotes kenaikan tersebut. Terutama para buruh, atau pekerja yang menganggap, kondisi ini makin membebani hidup mereka. Ditambah lagi, dengan alasan kenaikan upah yang tidak terlalu signifikan.
Buruh atau pekerja menuntut, upah minimum (UM) dinaikkan hingga 13 persen pada tahun depan.
Menurut Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan Dita Indah Sari, upah mininum tergantung dari hasil kondisi ekonomi dan inflasi.
“Kenaikan Upah Minimum Provinsi sudah ada formulanya. Persentasenya bergantung pada nilai inflasi atau pertumbuhan ekonomi dan nilai itu mengacu pada data BPS (Badan Pusat Statistik),” katanya seperti dikutip dari kompas.com, Jumat (9/9/2022).
Dengan demikian, kenaikan upah minimum tidak berdasarkan tuntutan oleh para pekerja atau buruh yang terus digaungkan tiap tahunnya.
“Kalau nilai inflasi besar ya naiknya juga besar. Jadi kenaikan bukan sesuai keinginan/kemauan salah satu pihak, pekerja atau pengusaha,” jelasnya.(red)