Tanjungpinang (eska) – Sejumlah ahli waris dari keluarga besar Batin Limat, yang memiliki lahan perkebunan di Pulau Ranoh, Kota Batam meminta, agar Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kepri, segera menyelesaikan masalah penyerobotan lahan milik mereka.
“Kami sudah melakukan beragam langkah, dalam mempertahankan tanah leluhur kami, yang diserobot oleh perusahaan swasta dengan dalih, kepemilikan Hak Guna Bangunan (HGB),” ucap Azhar selaku salah satu anak dari ahli waris lahan di Pulau Ranoh.
Azhar menjelaskan, sejak sekitar tahun 1920, leluhur mereka telah memiliki lahan kebun di Pulau Ranoh, yang pertama kali diterbitkan surat oleh pemerintah Kelurahan Pulau Abang, Kecamatan Galang di tahun 1961.
“Salah satu bukti kuat, bahwa itu adalah tanah leluhur kami, adanya makam keluarga yang sudah ada sejak sekitar tahun 1930. Surat tahun 1961, diperkuat alas hak tahun 1992,” ungkapnya, Senin (19/8/2024).
Azhar mengatakan, penyerobotan ini terungkap beberapa tahun lalu, termasuk adanya penetapan Hak Guna Bangunan (HGB) di lahan mereka oleh BPN Batam, pada tahun 2021.
“Sudah jelas, kami masih sengketa dari tahun 2017 karena adanya penyerobotan oleh pihak swasta, BPN Batam malah terbitkan HGB seluas sekitar 8,7 hektare di lahan kami. HGB di atas bakau pula,” sebutnya.
Menurut Azhar, luas tanah milik keluarga besar mereka adalah 32 hektare, yang datanya tertera secara resmi dalam 16 surat alas hak yang diterbitkan pada tahun 1992.
“Masalah ini sudah cukup panjang. Kami sudah ke Kementerian ATR, dan pernah juga ada surat dari Kemenpolhukam kepada Pemprov Kepri,” sebutnya.
Dua poin di antaranya surat Kementerian Polhukam tahun 2019 adalah, bahwa bangunan yang berdiri di Pulau Ranoh milik swasta tidak punya IMB. Yang kedua, pembebasan lahan tidak pernah dilakukan kepada ahli waris.
“Termasuk poin suratnya, soal penimbunan bakau yang dilakukan oleh pihak swasta itu,” imbuhnya.
Azhar mengatakan, dalam proses panjang tersebut, mereka datang ke Kementerian ATR, meminta agar segera menuntaskan masalah ini. Lalu, pada Juli 2024 kemarin, BPN Kepri telah mendapat instruksi untuk membentuk tim sengketa lahan.
“Kebetulan tim itu dipimpin oleh Pak Yudi. Beliau Kabid Sengketa dan Konflik BPN Kepri, sekaligus Ketua Satgas Mafia Tanah di Kepri. Beberapa waktu lalu kami sudah turun bersama,” ungkapnya.
Meskipun, sambung Azhar, mereka dilarang masuk ke Pulau Ranoh, oleh pihak perusahaan swasta itu. Padahal, secara resmi berdasarkan dokumen asli yang mereka punya, bahwa lahan itu milik mereka.
“Kami turun lengkap bersama BPN Kepri, perangkat kelurahan, polisi juga ada. Tapi kami dilarang masuk. Padahal itu lahan kami,” ujarnya dengan nada kesal.
Yahya, selaku kerabat ahli waris juga menegaskan hal yang sama. Dia meminta agar BPN Kepri, segera menuntaskan masalah ini. Mereka sebagai ahli waris, hanya menuntut agar lahan mereka yang sudah diserobot dan dibangun itu, diberi ganti rugi.
“Kalau perlu status HGB nya dicabut saja. Karena penetapan HGB juga tidak memberi tahu kami sebagai pemilik sah atas lahan seluas 32 hektare di Pulau Ranoh,” ucapnya.
Menurut Yahya, mediasi pernah terjadi pada tahun 2019, yang dihadiri langsung oleh pengusaha tersebut. Bahkan, sudah ada kesepakatan untuk ganti rugi, dan tinggal bayar.
“Rupanya sampai saat ini hasil pertemuan itu tidak pernah ditunaikan oleh perusahaan itu. Makanya kami minta BPN agar segera memproses masalah ini,” pungkasnya. (Lam)